Rabu, 22 Februari 2012

CATATAN SINGKAT SURVEY PELUANG EKSPOR IKAN ACEH – MALAYSIA

Oleh : Indra (email: indra_ipb@yahoo.com)

Rata-rata jumlah pendaratan ikan di PPP Idi sekitar 30 ton/hari, lebih besar dari jumlah pendaratan ikan di PPS Lampulo, sekitar 20 ton/hari. Tahun 2009, jumlah armada yang beroperasi di PPP ini adalah 415 unit, yang terdiri dari 76 unit berkapasitas < 5 GT, 89 unit 5 – 10 GT, 106 unit 10 – 20 GT, 100 unit 20 – 30 GT dan 44 unit berkapasitas 30 – 50 GT. Jumlah alat tangkap adalah 486 unit, dengan rincian 89 unit jaring insang, 163 unit pancing, 71 unit mini puse seine, dan 163 unit purse seine. Jumlah nelayan adalah 6.739 orang, yang terdiri dari 6.594 orang merupakan nelayan buruh dan 145 orang nelayan pemilik. Jumlah hasil tangkapan, tahun 2009, adalah 10.895,99 ton, dengan jenis ikan dominan layang biru (Decapterrus macarellus), tongkol como (Euthynnus affinis), layang deles (Decapterrus macrosoma), albacora (Thunnus alalunga), lisong (Auxis rochei), tembang (Sardenella fimbriata), medidihang (Thunnus albacares), sunglir (Elagatis bipinnulatus), kembung (Rastrelliger brachysoma), dan cakalang (Katsuwonus pelamis). Dearah penangkapan ikan dilakukan di WPP Selat Malaka.

Ikan yang didaratkan di TPI Idi ini dipasarkan (1) pasar lokal, (2) pasar antar kabupaten (Kota Langsa, Aceh Tamiang, dll), dan (3) sebagian besar dibawa ke Medan. Di Medan, ikan-ikan tersebut ditampung oleh toke di Pasar Cemara atau langsung dibawa ke Belawan. Selanjutnya, disortir untuk dieksport ke Lumut Perak dan sisanya menjadi konsumsi lokal pasar Medan atau menjadi bahan baku industri ikan di Kawasan Industri Medan (KIM). Menurut Panglima Laot Idi, jumlah ikan yang dibawa ke Medan berkisar antara 7 – 9 truk perhari, dengan kapasitas tiap truk memuat 36 fiber ikan dan tiap fiber berisi 100 – 110 kg ikan. Artinya, ditinjau dari sumberdaya ikan sangat mungkin dilakukan ekspor ikan dari Idi – Lumut. Jumlah ini belum lagi dikomulasikan dengan hasil tangkapan di beberapa pelabuhan/TPI lainnya di seluruh Aceh, seperti PPS Lampulo Banda Aceh, PPI Pidie, Bireun, Lhokseumawe, Aceh Utara, Langsa, Aceh Tamiang, dan PPI lainnya di Pantai Barat Aceh. Menurut Pengurus Persatuan Nelayan Negeri Perak (PNNPk), Bapak Jamri dan Ahmad, bahwa sebagian besar ikan yang masuk ke Pelabuhan Lumut berasal dari ikan-ikan dari Provinsi Aceh yang diekspor melalui Belawan. Artinya, Aceh sangat potensial untuk melakukan ekspor ikan, tanpa melalui Belawan.

Biaya angkut dari Idi – Medan sebesar Rp 65.000/fiber, Langsa – Medan Rp 60.000/fiber, dan Banda Aceh – Medan Rp. 150.000/fiber. Hasil perhitungan menunjuk-kan bahwa (1) biaya transpor (Idi – Medan) mencapai 2 – 5 % dari harga atau penerimaan kotor penjualan ikan, dan (2) gross profit kegiatan ekspor ikan jalur Idi – Lumut adalah 10 – 20%. Namun, jika kegiatan ekspor dilakukan melalui jalur Idi – Medan – Lumut, maka gross profit hanya antara 8 – 15%. Artinya, jelas bahwa ekspor dari Idi lebih menguntungkan dibandingkan dengan ekspor melalui Medan. Disamping itu, terdapat keuntungan lain jika kegiatan ekspor ikan tersebut dapat dilakukan di Idi, misalnya menampung/membuka lapangan kerja baru dan multiplier efek lainnya.

Berdasarkan data yang ada di PNNPk, bahwa saat ini ada paling kurang 10 orang nelayan Aceh yang mengekport ikan ke Pelabuhan Lumut melalui Belawan, walaupun masih dalam jumlah terbatas. Mereka tersebar di beberapa wilayah Aceh, yaitu : Melaboh, Blang Pidie, Singkil, Simeulu, Labuhan haji, Abdya, Panton labu, Tamiang, Langsa, Idi cut. Hasil ekspor (pengiriman) ikan tersebut langsung ditransfer ke rekening mereka melalui jasa Perniagaan Mekoda, dengan Fee R 10 – R 20 /pengiriman.

Hal lain yang menjadi kekuatan adalah, rencana ekspor ikan dari Idi – Lumut, mendapat dukungan penuh dari Pengurus PNNPk. Jika hal ini terealisasi, maka lembaga PNNPk berjanji akan melakukan negosiasi dengan Lembaga Kemajuan Ikan Malaysia (LKIM) untuk mengurasi fee/cash untuk mereka (LKIM), yang biasa ditetapkan R 5 dari total biaya ekspor ikan dari Belawan – Lumut, yaitu sebesar R 53 per fiber ikan. Hasil negosiasi ini akan disubsidi kepada investor pelaku ekspor untuk menutupi kelebihan biaya karena masa tempuh Idi – Lumut (yaitu 18 jam) lebih tinggi 4 jam dibandingkan Belawan – Lumut, yang hanya 14 jam. Disamping itu, PNNPk akan merekomendasikan pengurusan licensi ekspor import bagi real busnessman Aceh.

Beberapa kelemahan (persoalan) yang dihadapi adalah (1) adakah real busnessman (bukan agen) yang ingin melakukan ekspor ikan di Aceh? (2) sejauh ini PPP Idi belum siap menjadi pelabuhan ekspor, karena beberapa hal, yaitu kuala masih dangkal (perlu pengerukan) sehingga pada saat tertentu (surut) kapal besar tidak bisa merapat, belum tersedia sarana perikanan yang memadai seperti cold storage, pabrik es, bengkel, dan sanitasi pelabuhan, (3) nelayan Aceh (Idi) umumnya sudah terikat jasa dengan toke-toke Medan melalui bantuan baik biaya investasi maupun operasional, sehingga bargaining position mereka menjadi lemah, (4) dewasa ini, jenis ikan yang banyak diekspor dari Belawan adalah ikan-ikan domersal (ikan karang), dan di Aceh ikan jenis ini banyak terdapat di Pantai Barat Aceh.

Terkait dengan kemungkin ekspor melalui Pelabuhan Pulau Penang, sejauh ini LKIM tidak melakukan impor ikan dari Belawan – Pulau Penang, karena selain jarak tempuh yang lebih jauh, juga distribusi di pelabuhan impor juga menjadi lebih jauh. Sebab menurut mereka ikan-ikan tersebut selain didistribusi di Kuala Lumpur juga didistribusikan hingga ke Singapura.